SILATURAHIM DAN PERSATUAN UMAT
Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
( Aktivis Gerakan Pemuda Ansor Sultra Peneliti sangia Institute)
Add caption
Pasca menjalankan ibadah puasa tibalah  saatnya hari raya idul fitri waktunya   saling memaafkan antara sesame atau yang lebih dikenal silaturahim , hal ini sudah menjadi tradisi umat islam  setelah menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, bermaaf maafan sebenarnya bisa dilakukan kapan saja  setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat
Kewajiban menjalankan puasa di bulan ramadhan adalah dimaksudkan agar mendapatkan derajat kemanusiaan tertinggi, yaitu taqwa. Orang bertaqwa dipandang sedemikian indah perilakunya. Dalam al Qur’an ciri-ciri orang bertaqwa adalah orang yang beriman kepada yang ghaib, orang yang menegakkan shalat, menginfaqkan sebagaian rezkinya, mengimani al Qur’an dan juga kitab-kitab suci lainnya  yang diturunkan pada masa sebelumnya, dan yakin terhadap hari akhir.
Orang yang bertaqwa dikatakan hatinya sedemikian indah, saling kasih sayang, menghargai sesama, selalu mengedepankan persatuan, dan bertolong menolong. Keindahan itu bukan terletak di pakaian atau rumah tempat tinggalnya dan bahkan juga asesoris yang dikenakannya, melainkan terletak pada kejernihan hatinya. Dengan demikian orang bertaqwa sebagai buah  dari menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, maka akan berusaha bersatu, dan tidak mau bercerai berai sebagaimana yang dilarang oleh Allah swt., lewat al Qur’an dan hadits nabi. 
Dengan persatuan itu,  umat Islam diharapkan berhasil menjadi tauladan, contoh atau  uswah hasanah oleh  umat lainnya. Salah satu identitas Islam adalah tampak dari bagaimana menjalin hubungan kasih sayang, kebersamaan, dan persatuan di antara kaum muslimin secara kokoh.  Suasana saling kasih sayang, saling menghormati dan menghargai, pada bulan  Ramadhan ditampakkan melalui shalat berjama’ah di masjid dan mushalla, pemberian shadaqoh, infaq dan zakat yang ditunaikan pada bulan suci itu.
Hubungan di antara sesama pada bulan ramadhan menjadi kelihatan sedemikian indah. Tatkala pada bulan-bulan selainnya, ummat Islam tampak ada jarak antara yang kaya dengan yang miskin, antara pejabat dan rakyat, antara buruh dan majikan, antara yang berpendidikan tinggi dan yang tidak berpendidikan, maka pada bulan Ramadhan mereka itu menyatu di tempat-tempat ibadah untuk menjalankan shalat tarweh bersama. Dalam kegiatan itu,  siapapun berhak menempati tempat di depan membelakangi siapa saja yang datang kemudian.
Itulah indahnya pada bulan Ramadhan,  yang kemudian disebut sebagai bulan pendidikan. Yaitu bulan yang memberikan pelatihan bagi seluruh kaum muslimin untuk berperilaku ideal, atau sebaik-baiknya. bulan Ramadhan melatih dan mendidik semua aspek kehidupan manusia, baik aspek jasmaniahnya, fikirannya dan juga hatinya.
Pelatihan yang bersifat jasmaniyah, bahwa orang yang sedang berpuasa pada waktu-waktu tertentu, yakni sepanjang siang hari,  tidak  dibolehkan makan dan minum,  sekalipun  makanan dan minuman  itu halal dan baik. Mereka dianjurkan untuk banyak  bertadarrus dan bertadabbur al Qur’an sebagai cara melatih dan mendidik alam pikiran seseorang.  Sedangkan pelatihan aspek spiritual, orang yang sedang berpuasa dianjurkan untuk banyak berdzikir dan shalat sunnah, misalnya shalat tarweh dan shalat witir.
Dengan kegiatan semacam itu maka Allah menjanjikan bahwa orang yang berpuasa akan dikaruniai rakhmat, maghfirah dan diajuhkan dari api neraka. Orang berpuasa, dikembalikan pada posisi fitri, yakni suci atau bersih, dalam arti tidak lagi menanggung beban dosa, baik dosa di  antara sesama maupun dosa  terhadap  Tuhannya. Itulah sebabnya, bulan puasa disebut sebagai  bulan pendidikan untuk menghasilkan manusia-manusia yang bertaqwa dengan ciri-ciri sebagaimana dikemukakan di muka.
Namun rupanya pendidikan yang sedemikian sempurna masih menyisakan persoalan yang sebenarnya amat penting, yaitu terkait dengan persatuan ummat. Dalam al Qur’an terdapat ayat yang menganjurkan agar ummat Islam selalu berpegang pada tali Allah dan peringatan agar jangan bercerai berai. Rupanya ayat ini masih saja terlewatkan. Pada setiap akhir bulan ramdahan, dengan maksud berusaha menjalankan ibadah itu setepat-tepatnya, maka perintah  agar ummat Islam bersatu, masih terlupakan. Para pemuka dan tokoh Islam  lebih memandang penting mencari saat yang tepat mengakhiri ramadhan dengan caranya masing-masing hisab dan rukyah,  sampai melupakan betapa pentingnya persatuan, sekalipun sebenarnya hal itu juga dipesan dalam al Qur’an dan hadits nabi agar dijaga sebaik-baiknya.
Puasa memang berhasil memberikan pelajaran kepada kaum muslimin untruk mendekatkan diri pada Allah melalui berbagai ritual yang dijalankan sepanjang bulan itu. Bulan Ramadhan  menjadi semarak dengan berbagai kegiatan keagamaan. Bahkan juga termasuk berhasil mendekatkan hubungan-hubungan antar sesama, melaui kegiatan infaq, shadaqah, dan zakat, termasuk bersilatturrahmi yang dikenal dengan istilah mudik.
Namun, ternyata kegiatan ritual sebulan penuh dalam setahun sekali itu masih belum berhasil menyentuh hati dan pikiran para pemimpin tentang betapa pentingnya persatuan ummat yang seharusnya diwujudkan dan dipelihara.  Mereka masih menganggap bahwa perbedaan dan bahkan perpecahan ummat dianggap sebagai hal biasa. Mungkin mereka masih  mengira bahwa  akan memperoleh  rakhmat dari perbedaan itu. Padahal perbedaan yang membawa rakhmat bukan  terletak pada ranah pelaksanaan ritual, tetapi pada kenyataannya, berada pada wilayah kajian keilmuan.     Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 67

RAMADHAN SEBAGAI BULAN TARBIYAH

Surat An-nahl ayat 125