RENUNGAN QALBU
KISAH
nyata ini keluar dari mulut Sang Dokter. Pria yang sehari-hari
berprofesi sebagai dokter mata ini membuka prakteknya di bilangan
Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu, ia juga melayani konsultasi
masalah keluarga, termasuk masalah spiritual. Tanpa dipungut biaya,
alias gratis. Sang dokter menolak dengan halus setiap pemberian uang
sebagai imbalan jasa konsultasi. Ia malah menyarankan agar uangnya
diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya, seperti yayasan
yatim piatu.
Suatu hari, sang dokter kedatangan tamu seorang
ibu beserta putranya yang telah menginjak usia paruh baya. Sang anak
dalam keadaan lumpuh kakinya, sehingga ia harus berada di kursi roda.
Maksud kedatangan mereka sesungguhnya ingin menanyakan seputar masalah
keluarga.
Tetapi begitu tiba di ruang dokter, sebelum menyampaikan
keluhannya, sang dokter mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah terhadap
si anak. Putranya, menurut sang dokter, pernah mempunyai kesalahan yang
membuat ibunya sakit hati. Sang anak tentu saja kebingungan. Begitu
pula sang ibu, yang tahu-tahu diungkit peristiwa di masa lalu. Sang anak
mencoba mengingat-ingat kembali peristiwa masa lampau. Sang ibu memang
mengakui kalau ia dulu pernah sakit hati oleh tindakan anaknya. Hal itu
terus membekas di hatinya menjadi goresan luka batin, yang akhirnya
teringat kembali saat itu juga.
Akhirnya, sang anak pun
teringat akan kekilafannya. Ia menyesal dan menangis. Secara susah
payah, sang anak berusaha bangkit dari kursi rodanya untuk bersimpuh di
hadapan kaki ibunya meminta maaf. Ibunya, dengan berlinang air mata,
secara tulus akhirnya memaafkan kesalahan putranya di masa lampau.
Secara refleks, sang ibu mengangkat putranya berdiri untuk memeluk dan
menciumnya. Ajaib, seketika itu juga sang anak dapat berdiri tanpa
dibantu lagi oleh kursi roda. Sang ibu memang hanya memberikan maaf
dengan tulus, tetapi efeknya sungguh luar biasa.
Kisah ini memang
bertolak belakang dengan legenda Malin Kundang. Dimana sang Ibu
menyumpah anaknya menjadi batu. Tak ada batu berbentuk manusia. Itulah
logika yang paling benar dari cerita yang menyangkut hubungan ibu dan
anak. Kisah Malin Kundang selama ini oleh beberapa pihak dinilai jauh
dari cinta kasih seorang ibu yang sebenarnya. Walau begitu, tetap ada
hikmah yang dapat dipetik dari legenda tersebut.
Sejatinya, Ibu
mana yang tega melihat anaknya susah, apalagi menjadi batu sesuai
dengan sumpahnya. Alamak, Ibu adalah pintu keluasan hati dan penuh maaf.
Berkacalah pada ibu. Dia akan rela lebih menderita, ketimbang melihat
anaknya yang kesusahan. Dia akan menyisihkan nasi yang ada untuk
anaknya, walau ia sendiri lapar. Dia akan memakan makanan yang bergizi
agar janin dalam tubuhnya bisa tumbuh sehat. Seperti dalam bait lagu,
'hanya memberi, tak harap kembali.' Betul, tak pernah berharap
mendapatkan balasan dari semua yang telah dilakukannya. Itulah makna
dari memberi yang sesungguhnya.
Memberi? Betul, memberi. Makna
dari sebuah pemberian memang besar artinya. Lantas, mengapa orang yang
berkelimpahan enggan untuk memberikan sesuatu? Atau, mengapa orang
enggan memberikan maaf?
Karena mungkin ia berpikir, bila ia memberi
kekayaan, pemberian itu akan habis begitu saja tanpa kembali. Atau
mungkin ia berpikir, harga dirinya akan turun kalau ia memberikan maaf
kepada orang yang menyakitinya. Padahal justeru sebaliknya. Semakin
banyak memberi, akan lebih semakin banyak menerima. Kalau orang
mengetahui kekuatan memberi, percayalah, akan banyak orang yang
berlomba-lomba untuk memberikan segala sesuatunya.
Nah, mulai
sekarang, banyak-banyaklah memberi. Memberi maaf. Memberi senyum.
Memberi kebajikan. Memberi kemuliaan. Memberi materi. Dan sebaiknya, tak
usah berharap dari semua pemberian yang telah Anda lakukan. Karena
itulah kebahagiaan sesungguhnya yang didapatkan.
Kebahagiaan memberi. Seperti yang dilakukan ibu terhadap kita: hanya memberi, tak harap kembali.
Komentar
Posting Komentar