TAFSIR SURAT ALMAIDAH AYAT 8

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Ayat yang memerintahkan kepada orang mu’min agar melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur dan ikhlas karena Allah, baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan keduniawian. Karena hanya demikianlah mereka bisa sukses dan memperoleh hasil atau balasan yang mereka harapkan. Dalam persaksian mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya tanpa memandang siapa orangnya sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan sahabat kerabat.
B.       Rumusan Masalah
1.        Bagaimana penafsiran Surat Al-maidah ayat 8?
2.        Apa saja yang menjadi kewajiban dalam menegakkan hukum sesuai dengan ketentuan Allah?
C.      Tujuan dan Manfaat
1.        Tujuan
Disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah “tafsir ahkam” makalah ini di buat agar dapat di pahami dan sebagai pembelajaran untuk para pembaca.
2.        Manfaat
Agar dengan adanya ayat ini para pemutus hukuman bertindak lebih adil dan sesuai dengan syari’at ajaran Islam.






BAB II
PEMBAHASAN
A.      Q.S Al-Maidah Ayat 8 dan Terjemahannya:
أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.


B.       Tafsir Mufradat:
 التقوام با لشيئ        : orang yang melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya
شهداءبالقسط           : saksi-saksi yang menunaikan kesaksian dengan adil, tidak berat  sebelah
لاير منكم                 :janganlah (sesuatu) mendorong kamu
الشنان                    :permusuhan dan kebencian
الخببير                    :yang mengetahui secara mendetail dan tepat[1]
C.      Asbabun Nuzul Ayat[2]
Sebab turun ayat ini adalah berkenaan dengan diri usman bin thalhah bin abu thalhah ketika terjadi peristiwa fathu makkah. Nama asli abu thalhah ayah usman ini ialah Abdullah bin Abdul Uzza bin Usman Abdid Daar bin Qushai bin Kilab Al Quraisy Al-Atbari. Ia merupakan juru kunci (hajib) yang mulia.
Menurut Ibnu Katsir, sebab turun ayat ini adalah ketika Rasulullah SAW meminta kunci Ka’bah darinya (Usman) sewaktu penaklukan Mekah lalu menyerahkannya kembali kepadanya.
Kisah selanjutnya, Ali Bin Abu Thalib juga memohon kepada Nabi Saw agar kunci diserahkan kepadanya. Namun Nabi Muhammad SAW menyerahkan kepadanya Usman Bin Thalhah bin Abu thalhah. Begitu pula Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari jalan Thoriq Al-Kalabi dari Abu Sholih dari Ibnu Abbas, ketika terjadi fathu mekah Rasulullah saw memanggil usman bin thalhah bin abi thalhah untuk menyerahkan kunci ka’bah. Ketika usman bin thalhah hendak menyrahkan kunci trsebut, Abbas berdiri kemudian berkata kepada Rasul agar menyerahkan kunci itu kepadanya.
Mendengar perkataan Abbas tersebut, Usman bin thalhah urung menyerahkan kunci tersebut kepada Rasulullah Saw. Lantas Rasulullah meminta kembali kepada usman ketika usman hendak menyerahkan. Abbas kembali berdiri dan berkata seperti perkataan semula. Usman pun urung menyerahkan kunci tersebut. Kejadian ini berulang sampai tiga kali. Rasulullah saw bersabda : “hai usman, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, serahkanlah kunci itu kepadaku”. Mendengar Rasulullah berkata demikian usman pun menyerahkan kunci tersebut. Setelah Rasulullah menerima kunci Rasul masuk kedalam ka’bah dan melihat gambar nabi Ibrahim tersebut Rasulullah meminta air dan membersihkan gambar tersebut. Setelah itu beliau melakukan thawaf, namun, baru sekitar satu atau dua putaran malaikat jibril turun dan menyampaikan ayat tersebut.
D.      Penjelasan Ayat:
يأيها الذين ءامنوا كونوا قومين للله
Maksudnya adalah jadilah kalian sebagai penegak kebenaran karena Allah SWT, bukan karena manusia atau mencari popularitas. Dan jadilah kalian                                        “menjadi saksi dengan adil”. Maksudnya, secara adil dan bukan secara curang.[3]
Dan juga tegakkanlah kebenaran itu terhadap orang lain dengan cara menyuruh mereka melakukan yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran, dalam rangka mencari ridha Allah.
Dalam ash-shahihain telah ditegaskan dari Nu’man bin Basyir: “Ayahku pernah memberiku suatu pemberian. Lalu ibuku, ‘Amrah binti Rawahah, berkata: “aku tidak rela ssehingga engkau mempersaksikan pemberian itu kepada Rasulullah saw. Kemudian, ia (ayahku) mendatangi beliau dan meminta beliau menjadi saksi atas sedekahku itu. Maka, beliau SAW pun berssabda:
“apakah setiap anakmu engkau beri hadiah seperti itu juga? “tidak”, jawabnya. Maka, beliau SAW pun bersabda: “bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian!’ lebih lanjut Rasul SAW berrsabda: “sesungguhnya aku tidak mau bersaksi atas suatu ketidakadilan.’ Kemudian, ayahku pulang dan menarik kembali pemberian tersebut.              
شهداء با لقسط
Asy-syahadah (kesaksian) disini yang dimaksud menyatakan kebenaran kepada hakim, supaya diputuskan hukum berdasarkan kebenaran itu. Atau, hakim itulah yang menyatakan kebenaran dengan memutuskan atau mengakuinya bagi yang melakukan kebenaran. Jadi, pada dasarnya ialah berlaku adil tanpa berat sebelah, baik terhadap orang yang disaksikan maupun peristiwa yang disaksikan, tak boleh berat sebelah, baik karena kerabat, harta ataupun pangkat, dan tak boleh meninggalkan keadilan, baik krena kefakiran atau kemiskinan.
Jadi, keadilan adalah neraca kebenaran. Sebab, manakala terjadi ketidakadilan pada suatu umat, apapun sebabnya, maka akan lenyap kepercayaan umum, dan tersebarlah berbagai macam kerusakan dan terpecah belahlah segala hubungan dalam masyarakat. Sejak itu, tak lama Allah pasti menimpakan atas umat itu, termasuk beberapa hambaNya yang paling dekat kepada keadilan sekalipun, tetap ikut merasakan bencana dan hukuman tuhan. Memang, begitu sunatullah, baik yang terhadap bangsa-bangsa kini maupun dahulu. Tetapi, manusia rupanya tak mau mengerti.
ولا يجر منكم شنئان قوم على ألا تعدلوا
Dan janganlah permusuhan dan kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi, terhadap mereka pun kamu harus tetap memberi kesaksian sesuatu dengan hak yang patut mereka terima apabila mereka memang patut menerimanya. Juga putusilah mereka sesuai dengan kebenaran. Karena, orang mu’min mesti  mengutamakan keadilan daripada berlaku aniaya dan berat sebelah. Keadilan harus ditempatkan diatas hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan pribadi, dan diatas rasa cinta dan permusuhan, apapun sebabnya.
اعدلوا هو أقرب للتقوى
Kalimat ini merupakan penguat dari kalimat sebelumnya, karena sangat pentingnya soal keadilan untuk diperhatikan. Bahwa keadilan itu adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan tanpa pandang bulu. Karena, keadilan itulah yang lebih dekat kepada takwa kepada Allah, dan terhindar dari murkaNya, adalah termasuk dalam kategori fi’lut tafdhil, yaitu pada kedudukan ditempat yang tidak terdapat perbandingannya.sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah
أصحب الجنة يومئذ خير مستقرا وأحسن مقيلا
“para penghuni sorga pada hari itu palig baik tempat tinggal mereka dan paling indah tempat istirahatnya.” (QS Al-Furqan:24).  Meninggalkan keadilan adalah termasuk dosa besar, karena bisa menimbulkan berbagai kerusakan hingga robeklah segala aturan dalam masyarakat, dan putuslah segala hubungan antar individu, dan menjadi teganglah pergaulan sesama mereka.
واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون
Maksudnya adalah Allah akan memberikan balasan kepada kalian berdasrkan ilmuNya terhadap perbuatan yang kalian kerjakan. Jika baik, akan dibalas dengan kebaikan; jika buruk, maka akn dibalas dengan keburukan pula.
Dan peliharalah dirimu dari murka Allah dan hukumanNya, karena tak ada sesuatu pun dari amalmu yang tersembunyi bagi Allah, baik amal lahiriyah maupun bathiniyah. Dan hati-hatilah terhadap balasan Allah terhadapmu, dengan adil, bila kamu meninggalkan keadilan. Karena, sunnatullah pada makhlukNya telah berlaku, bahwa meninggalkan keadilan, balasannya didunia ialah kehinaan dan kenistaan, baik itu dilakukan oleh bangsa atau individu, sedang di akhirat ialah kesengsaraan pada hari hisab. 
Ayat ini masih merupakan lanjutan pesan-pesan Ilahi diatas. Al-Biqa’i mengemukakan bahwa karena sebelum ini telah ada perintah untuk berlaku adil terhadap istri-istri, yaitu pada awal surah dan akan ada pada pertengahan surah nanti, sedang ada diantara istri-istri itu yang non muslim  (ahl kitab) karena surat inipun telah mengizinkan untuk mengawininya, adalah sangat sesuai bila izin tersebut disusuli dengan perintah untuk bertakwa.karena itu ayat ini menyeru : hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi qawwamin, yakni orang-orang yang selalu dan bersungguh-sungguh menjadi pelaksana yang sempurna terhadap tugas-tugas kamu, terhadap wanita,dll dengan menegakkan kebenaran demi karena Allah serta menjadi saksi dengan adil[4]. Dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, baik terhadap keluarga istri kamu yang ahl kitab itu maupun terhadap sekalian mereka. Berlaku adillah, terhadap siapapun walau atas dirimu sendiri karena ia, yakni adil itu lebih dekat kepada taqwa yang sempurna daripada selain adil. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Perbedaan redaksi boleh jadi disebabkan ayat surat an-Nisa diatas dikemukakan dalam konteks ketetapan hukum dalam pengadilan yang disusul dengan pembicaraan tentang kasus seorang muslim yang menuduh seorang yahudi secara tidak sah, selanjutnya dikemukakan uraian tentang hubungan pria dan wanita sehingga yang ingin digaris bawahi oleh ayat itu adalah pentingnya keadilan, kemudian disusul dengan kesaksian. Karena itu, redaksinya mendahulukan kata al-qisth (adil) baru kata syuhada’ (saksi-saksi).
Adapun pada ayat al-Maidah ini, ia dikemukakan setelah mengingatkan perjanjian-perjanjian dengan Allah dan RasulNya sehingga yang ingin digaris bawahi adalah pentingnya melaksanakan secara sempurna seluruh perjanjian itu, dan itulah yang dikandung oleh kata qawwamin lillah. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat surat an-Nisa dikemukakan dalam konteks kewajiban berlaku adil terhadap diri, kedua orang tua dan kerabat sehingga wajar jika kata al-qisth/keadilan yang didahulukan, sedang ayat al-Maidah diatas dikemukakan dalam konteks permusuhan dan kebencian sehingga yang perlu lebih dahulu diingatkan adalah keharusan melaksanakan segala sesuatu demi karena Allah karena hal ini yang akan lebih mendorong untuk meninggalkan permusuhan dan kebencian.
Diatas dinyatakan bahwa adil lebih dekat kepada taqwa. Perlu dicatat bahwa keadilan dapat merupakan kata yang menunjuk substansi ajaran Islam. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan tertinggi, Islam tidak demikian. Ini karena kasih, dalam kehidupan pribadi aplagi masyarakat, dapat berdampak buruk. Bukankah jika anda merasa kasihan kepada seorang penjahat, anda tidak menghukumnya?adil adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Jika seseorang memerlukan kasih, dengan berlaku adil anda dapat mencurahkan kasih kepadanya. Jika seseorang melakukan pelanggaran dan wajar mendapat sanksi yang berat, ketika itu kasih tidak boleh berperanan karena ia dapat menghambat jatuhnya ketetapan hukum atasnya. Ketika itu, yang dituntut adalah adil, yakni menjatuhkan hukuman setimpal atasnya[5].   



[1] Ahmad Mustafa Al-Maragi,Tafsir Al-Maragi,PT Karya Toha Putra Semarang,Semarang,cet. Ke-1,1987,cet. Ke-2,1993,hal.127
[2] http//google.com
[3] DR.Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir,Mu-assasah Daar al-Hilaal Kairo,Kairo,1994,hal.57
[4] M.Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Pisangan Ciputat:Lentera Hati,2009), hal.49

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAFSIR SURAT AL-MAIDAH AYAT 67

RAMADHAN SEBAGAI BULAN TARBIYAH

Surat An-nahl ayat 125